Tuesday, November 6, 2012

Arsenal Sudah Dewasa


Banyak jalan menuju Roma. Pribahasa itu juga berlaku di dunia sepakbola,  banyak cara untuk menuju ke sebuah tempat bernama kesuksesan. Sebut saja Real Madrid yang menganut sistem membeli bintang sebanyak-banyaknya untuk meraih kejayaan. Barcelona menerapkan peraturan untuk terus-menerus mengoper bola dan saat bola mereka hilang, mereka menggelar drama. AC Milan memiliki hobi menjual pemain-pemain bintang mereka demi menempati papan tengah klasemen Seri A. Selama bertahun-tahun Bayern Munich sukses dengan kebiasaannya melumpuhkan musuh-musuhnya dengan membeli pemain bintang klub-klub saingan mereka.

Namun seiring berjalannya waktu dan tuntutan zaman, tak sedikit klub yang membanting setir demi menculik si piala dan menyekapnya di balik lemari kaca. Manchester United kini sudah lebih boros dibandingkan beberapa tahun silam dimana mereka lebih banyak berpikir ketimbang membeli pemain. Tetangganya Manchester City kini sudah beralih profesi dari berjuang untuk menghindari degradasi ke perebutan gelar juara. Sedangkan Chelsea yang setiap tahun dengan gagah berani berjudi di pasar transfer, tetap berjudi. Apalagi musim ini mereka mendapatkan chip tambahan dari panitia Liga Champions. Dan perubahan yang paling nyata terjadi di Perancis. Ibu kota Paris kini sudah tidak lagi dikenal hanya karena tas mahal yang terbuat dari kulit, melainkan kota dengan klub sepakbola yang kekuatan finansialnya sanggup menyelamatkan Yunani dari krisis ekonomi, yakni Paris Saint-German.

Perubahan tampaknya paling sering terjadi pada sebuah klub yang terdiri dari satu kata, berinisial A, berada di ibukota negara Inggris, dan tidak pernah menjuarai apapun dalam 7 tahun terakhir. Tepat! Arsenal. Sejak ditinggalkan perlahan-lahan oleh Patrick Vieira, Dennis Bergkamp, Thierry Henry, Robert Pires, Freddie Ljungberg, Ashley Cole, Aliaksandr Hleb, Kolo Toure, Samir Nasri, Gael Clichy, Mathieu Flamini, Cesc Fabregas, Alex Song, dan terakhir Robin van Persie, Arsenal bagaikan sebuah meriam tua yang karatan dan sudah tidak bisa digunakan untuk berperang lagi. Klub yang awalnya begitu disegani di jagad sepakbola Inggris Raya (tak terkalahkan selama 49 pertandingan), beralih menjadi klub pembajak talenta-talenta muda dengan bakat luar biasa yang terpendam (hanya Arsene Wenger yang bisa melihatnya). Beberapa tahun kemudian Arsenal banting setir menjadi supplier pemain-pemain berkualitas untuk dua klub besar Barcelona dan Manchester City. Belakangan Arsenal pindah channel dari siaran kartun untuk anak-anak ke tontonan dewasa yang vulgar. Tengok beberapa nama-nama yang direkrut Arsenal dalam beberapa tahun terakhir: Andrey Arshavin, Sebastien Squillaci, Mikel Arteta, Per Mertesacker, Marouane Chamakh, Gervinho, Andre Santos, Lukas Podolski, Olivier Giroud, dan terakhir Santi Cazorla. Mereka bukan lagi para remaja yang belum boleh ikut pemilu, sebaliknya mereka adalah pemain-pemain yang sudah makan banyak asam garam dalam hal menendang bola. Banyak dari mereka yang bahkan sudah mengecap kesuksesan bersama klub lamanya, bahkan tak sedikit juga yang lebih sukses sebelum pindah ke Emirates Stadium.

Arsene Wenger tampaknya kini sudah lebih bisa menerima kenyataan bahwa aliran yang dianutnya selama ini tidak cukup untuk menghadirkan sebiji trofi pun di lemari kaca stadium baru mereka. Klub yang dipenuhi oleh pemain-pemain muda yang segar dan enerjik, memainkan bola layaknya Barcelona, dan punya neraca keuangan paling bagus di mata para investor ternyata tidak cukup untuk membuat mereka disebut sebagai juara. Leher Arsene Wenger beserta para pemainnya tampaknya sudah terlalu haus, bukan terhadap minuman dingin melainkan sebuah kalung medali. The Professor tampaknya sudah menutup rangkaian eksperimen-nya selama ini yang tidak membuahkan hasil. Dia berharap eksperimen terbarunya yakni membawa para pemain dengan segudang pengalaman dan sukses sehingga dapat menularkannya kepada para pemain lama yang seakan takut terhadap kilau cahaya yang dipantulkan oleh sebuah piala, layaknya para vampir.

Apakah kali ini Arsene Wenger mampu menemukan sebuah formula baru untuk mencapai kesuksesan? Apakah dia dapat membuktikan bahwa pengalaman lebih penting dari semangat para pemuda? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

2 comments:

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.