Banyak jalan menuju Roma. Pribahasa itu juga berlaku di dunia
sepakbola, banyak cara untuk menuju ke
sebuah tempat bernama kesuksesan. Sebut saja Real Madrid yang menganut sistem
membeli bintang sebanyak-banyaknya untuk meraih kejayaan. Barcelona menerapkan
peraturan untuk terus-menerus mengoper bola dan saat bola mereka hilang, mereka
menggelar drama. AC Milan memiliki hobi menjual pemain-pemain bintang mereka
demi menempati papan tengah klasemen Seri A. Selama bertahun-tahun Bayern
Munich sukses dengan kebiasaannya melumpuhkan musuh-musuhnya dengan membeli
pemain bintang klub-klub saingan mereka.
Namun seiring berjalannya waktu dan tuntutan zaman, tak
sedikit klub yang membanting setir demi menculik si piala dan menyekapnya di
balik lemari kaca. Manchester United kini sudah lebih boros dibandingkan
beberapa tahun silam dimana mereka lebih banyak berpikir ketimbang membeli
pemain. Tetangganya Manchester City kini sudah beralih profesi dari berjuang
untuk menghindari degradasi ke perebutan gelar juara. Sedangkan Chelsea yang setiap
tahun dengan gagah berani berjudi di pasar transfer, tetap berjudi. Apalagi musim
ini mereka mendapatkan chip tambahan
dari panitia Liga Champions. Dan perubahan yang paling nyata terjadi di
Perancis. Ibu kota Paris kini sudah tidak lagi dikenal hanya karena tas mahal
yang terbuat dari kulit, melainkan kota dengan klub sepakbola yang kekuatan
finansialnya sanggup menyelamatkan Yunani dari krisis ekonomi, yakni Paris
Saint-German.

Arsene Wenger tampaknya kini sudah lebih bisa menerima
kenyataan bahwa aliran yang dianutnya selama ini tidak cukup untuk menghadirkan
sebiji trofi pun di lemari kaca stadium baru mereka. Klub yang dipenuhi oleh
pemain-pemain muda yang segar dan enerjik, memainkan bola layaknya Barcelona,
dan punya neraca keuangan paling bagus di mata para investor ternyata tidak
cukup untuk membuat mereka disebut sebagai juara. Leher Arsene Wenger beserta para
pemainnya tampaknya sudah terlalu haus, bukan terhadap minuman dingin melainkan
sebuah kalung medali. The Professor tampaknya
sudah menutup rangkaian eksperimen-nya selama ini yang tidak membuahkan hasil.
Dia berharap eksperimen terbarunya yakni membawa para pemain dengan segudang
pengalaman dan sukses sehingga dapat menularkannya kepada para pemain lama yang
seakan takut terhadap kilau cahaya yang dipantulkan oleh sebuah piala, layaknya
para vampir.
Apakah kali ini Arsene Wenger mampu menemukan sebuah formula
baru untuk mencapai kesuksesan? Apakah dia dapat membuktikan bahwa pengalaman
lebih penting dari semangat para pemuda? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.